akidah/kilafah dulu

AKIDAH DULU ATAU KHILAFAH DULU?


Beberapa orang yang mengaku sebagai pengikut salaf sering mempersoalkan perjuangan penegakan Khilafah Islam seraya mengatakan:

yang benar itu dakwah tentang khilafah terlebih dahulu atau tentang akidah terlebih dahulu?

KOMENTAR:
Harus dipahami bahwa khilafah adalah bagian dari syariah. Syariah adalah konsekuensi dari akidah (keimanan). Keberadaan syariah sebagai konsekuensi keimanan yang tauhid telah dinyatakan dengan tegas oleh Allah.

Allah swt. berfirman:
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (QS. Al-Jatsiyah: 18).

Allah juga berfirman:
"dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.." (QS. Al-Maidah: 49).

Jadi, hukum syariat adalah konsekuensi dari akidah. Demikian pula khilafah, ia adalah konsekuensi dari akidah Islam.

Akidahlah yang menuntut kita menerapkan hukum syariah. Akidah pulalah yang menuntut kita mengusahakan agar hukum-hukum syariah bisa terlaksana, jika hukum itu belum diterapkan. Ibarat sebuah rumah, akidah adalah pondasinya, syariah adalah bangunan di atasnya. Sehingga akidah dan syariah tidak bisa dipisahkan. Apakah Anda mau memiliki rumah tapi cukup pondasinya saja, tanpa atap, lantai, tembok, pintu, jendela, dan tiang? Jika atap, lantai, tembok, pintu, jendela, dan tiang tidak diusahakan untuk ada, bagaimana bisa kita memiliki rumah yang baik? Jika yang didakwahkan hanya akidah saja, tanpa memiliki konsekuensi membangun syariah, itu sama artinya dengan membangun pondasi rumah saja. Bagaimana bisa disebut rumah, jika yang dibangun cuma pondasinya? Bagaimana orang-orang akan berlindung (dari angin, panas, hujan, dan binatang buas), jika yang ada hanya pondasinya saja? Pantas saja banyak orang-orang yang tidak terlindungi dari panas, hujan, angin, badai, binatang buas, dan sebagainya, lha wong yang ada cuma pondasinya saja. Atap tidak dibangun, tembok tidak ada, lantai juga entah kemana, jendela dan tiang juga tidak dibangun. Yang ada hanya pondasinya saja. Lalu mau berlindung pakai apa?

Ini sama halnya dengan kaum muslimin. Pantas saja kaum muslimin dizalimi di mana-mana. Di Palestina, Uzbekistan, Afganistan, Iraq, dan di negeri kaum muslim lainnya, umat Islam dizalimi. Di dalam negeri (Indonesia), umat Islam juga tidak bisa berlindung dari kemiskinan, korupsi, kesesatan, liberalisme, kerusakan moral dan pemikiran. Ini karena umat Islam tidak memiliki atap, tembok, lantai, tiang, jendela, dan pintu. Sebab yang dibuatkan hanya pondasinya saja. Tidak heran, jika dakwah yang mengarahkan pada akidah SAJA, (bisa jadi) adalah dakwah yang tidak solutif. Artinya, dakwah yang tidak bisa memberikan solusi. Oleh karena itu, dakwah yang baik adalah yang tidak memisahkan antara akidah dan syariah. Jika akidahnya sudah disentuh (terbangun), tinggal membangun syariahnya.

Keberadaan khilafah (kepemimpinan tunggal kaum muslimin) hukumnya wajib.
Allah berfirman:
"dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.." (QS. Al-Maidah: 49).

Allah juga berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta orang-orang yang menjadi pemimpin di antara kalian.” (QS. An-Nisa’: 59)

Ayat ini memerintahkan ketaatan kepada Allah, dan Rasul serta pemimpin, di mana hukum ketaatan tersebut adalah wajib. Maka, baik Allah maupun Rasul, keberadaannya sama-sama pasti, karena itu hukum menaatinya adalah pasti; tidak berubah menjadi tidak wajib hanya karena ketiadaan objek yang ditaati. Sebaliknya, jika diperintahkan untuk menaati, maka hukum mewujudkan objek yang ditaati menjadi pasti (wajib). Sebab, tidak pernah ada hukum wajib diperintahkan atas sesuatu yang keberadaannya tidak ada.

Di samping ayat di atas, juga banyak ayat lain yang berkaitan dengan kewajiban untuk melaksanakan hukum potong tangan terhadap pencuri, cambuk atas orang yang berzina (ghairul muhshan), dan sebagainya, yang tidak mungkin dilaksanakan kecuali dengan adanya khilafah Islam. Maka, hukum adanya khilafah Islam adalah wajib, sebagai bagian dari hukum wajibnya melaksanakan hudud tersebut. Ini sebagaimana yang dinyatakan oleh kaidah ushul:
"Suatu kewajiban tidak akan bisa dilaksanakan dengan sempurna, kecuali dengan adanya sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu menjadi wajib pula."

Sedangkan nash hadis adalah sebagaimana sabda Nabi saw. yang menyatakan:
"Sesungguhnya imam adalah laksana perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan dia akan dijadikan sebagai pelindung." (HR. Muslim)

Hadis di atas memberikan ikhbar (pemberitahuan) yang berisi pujian, yaitu “imam adalah laksana perisai”. Jika adanya “sesuatu yang dipuji” tersebut membawa akibat tegaknya hukum Islam dan sebaliknya apabila “sesuatu yang dipuji” tersebut tidak ada, hukum Islam tidak akan tegak, maka pujian tersebut merupakan qarinah jazimah (indikasi yang tegas), bahwa “sesuatu yang dipuji tersebut” hukumnya adalah wajib.

Ada juga hadis Nabi Muhammad saw. tentang baiat, yaitu dari Abdullah bin Umar,
"Barangsiapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan, maka kelak di hari akhir ia akan bertemu dengan Allah swt tanpa memiliki hujjah. Barangsiapa mata, sedangkan di lehernya tidak ada bai’at maka, matinya seperti mati jahiliyyah." (HR. Muslim)

Nabi Muhammad saw. telah mewajibkan kaum muslim agar di atas pundak mereka terdapat baiat. Beliau mensifati orang yang meninggal sedangkan di pundaknya tidak ada baiat seperti mati jahiliyah. Baiat itu hanya diberikan kepada khalifah, bukan yang lain.

Rasululah telah mewajibkan agar di atas pundak mereka terdapat baiat kepada khalifah, namun beliau tidak mewajibkan setiap muslim untuk melakukan baiat. Karena yang wajib hanyalah adanya baiat di atas pundak setiap muslim, yaitu adanya seorang khalifah. Sehingga dengan adanya seorang khalifah itu maka baiat bisa diwujudkan. Adanya khalifahlah yang esensinya yang menentukan ada dan tidaknya baiat di atas pundak setiap muslim. Baik mereka membaiatnya secara langsung atau pun tidak. Karena itu hadis di atas adalah dalil wajibnya menegakkan khilafah bukan dalil wajibnya baiat. Karena yang dikecam oleh Rasulullah adalah tidak adanya baiat di atas pundak kaum muslimin, hingga mereka mati, dan bukan mengecam tidak adanya baiat itu sendiri.

Karena hukumnya wajib, maka khilafah harus diusahakan untuk ada. Dengan khilafah maka segala konsekuensi dari ketaatan terhadap akidah (yaitu syariah) bisa dilaksanakan, termasuk hudud. Dengan khilafah pula, pemberantasan penyimpangan terhadap akidah Islam akan bisa dilakukan dengan baik, efektif dan efisien. Ahmadiyah, Qiyadah Islamiyah, Lia Eden, Yatain (ingkar sunah), JIL, serta berbagai macam bid'ah bisa diberantas dengan mudah. Jadi, jangan disalahkan jika ada orang yang beranggapan bahwa dakwah kepada akidah SAJA sama artinya dengan menghalangi pemberantasan terhadap penyimpangan akidah.

Jadi, akidah atau khilafah dulu? Jawabannya, tentu akidah dulu. Tetapi jika berhenti sampai di sini dan tidak dilanjutkan dengan dakwah membangun syariah, bisa jadi, negara yang akan muncul adalah negara berdasarkan akidah mazhab. Padahal selayaknya negara khilafah yang seharusnya dibangun bukanlah negara mazhab. Cukuplah menjadi contoh bagi kita sejarah orang2 terdahulu. Khilafah Abbasiyah pada masa Al Makmun, mengadopsi Muktazilah sebagai akidah negara, sehingga pertumpahan darah dan penyesatan Islam pun terjadi. Juga tidak seperti Dinasti Suudiyah di Arab Saudi saat ini yang dibangun oleh 'mazhab' Wahabi.

Na'udzubillah..

0 komentar:

About Me

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.
twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail